Kampus yang sehat adalah kampus yang benar menjalankan tri darma perguruan tinggi, yakni pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan dan pengabdian kepada masyarakat. Bagi kalangan akademis penelitian merupakan tujuan mutlak dari eksitensinya perguruan tinggi. Tak lupa juga dengan mengembangakan hasil penelitian yang berpotensi membawa hawa baik dalam peradaban di skala nasional, regional atau jenjang yang lebih kecil sekalipun. Lalu, setelah melakukan kegiatan dua hal tadi rasanya tidak tepat hanya sebatas bergulat dengan teroritis. Baiknya dilakukan dengan turun langsung ke lapangan bersama rakyat untuk mewujudkan apa yang telah didapat selama berada di bangku kuliah.
Namun nyatanya, kampus yang sehat tidak seperti di harapkan. 70 persen mahasiswa di Universitas Karimun adalah pekerja dan sisanya non pekerja, dengan data ini apakah bisa menjadi kampus yang berkualitas menurut tri darma perguuan tinggi. Agaknya hanya pengabdian yang bisa dilakukan, tetapi tidak seperti mahasiswa kebanyakan. Yang siap secara mental, intelek, dalam menangani berbagai masalah di lapangan. Wadah saja tidak cukup, belum lagi masalah waktu yang terbuang hanya untuk bekerja. Tidak bekerja maka tidak bisa kuliah, barangkali slogan seperti ini sudah menjadi motto dari masing-masing individu. Terlepas itu semua, ada sebagian mahasiswa yang aktif dari kegiatan kemahasiswaan. Namun jumlahnya tidak banyak, dan lambat laun mahasiswa yang berpeluang besar dalam kesuksesan di masa depan ini, dalam ketertarikannya mereka akan terpengaruh oleh lingkungan sekitar seiring bergulirnya waktu.
Lalu bagaimana solusinya? Apakah kampus ini dipindahkan ke yayasan yang lebih bertanggung jawab. Atau dikembalikan ke pemerintah untuk mengurusinya. Mungkin jawaban yang terakhir amat tepat, jika melihat situasi yang ada di civitas akademika Universitas Karimun. Bayangkan bila kampus berbaju negeri hadir di Kepri -berarti ada 3 bila terwujud. Tentu akan memacu lagi semangat kampus lainnya dalam bersaing di kancah pendidikan terutama prestasi dalam pengabdian masyarakat. Baru-baru ini Politeknik Negeri Batam telah berhasil mengembangkan mikro chip dan juga mereka telah berhasil membangun kerja sama dengan perusahaan besar.
Lalu, UMRAH dengan segudang akses telah banyak menuai keberhasilan, kegiatan kemahasiswaannya telah banyak di ikuti dalam level yang lebih tinggi, regional maupun skala nasional dengan aktifnya kegiatan kemahasiswaanya. Dan terakhir, sebuah nama yang sulit untuk di banggakan. Entah itu kekurangan informasi atau memang tidak ada prestasi, yang jelas. Kami masih tertinggal, bahkan jauh tertinggal.
Menurut salah seorang dosen Universitas Karimun, ketika UK menjadi Perguruan Tinggi Negeri maka anak tempatan akan sulit untuk menagambil kesempatan tersebut. Kenapa?? Menurutnya dari hasil tes tertulis setiap tahunnya, menunjukkan bahwa calon mahasiswa yang berasal dari Karimun mayoritas tidak memenuhi standar kelulusan. Tapi apakah mindset seperti itu akan terus dipakai? Rasanya tidak, apa lagi jika kampus lain tengah berbondong-bondong memperbaiki sarana-prasarana, dosen, sistem hingga mata kuliah yang sesuai dengan tuntutan zaman. Sementara kita hanya berdiam diri tanpa melakukan perubahan besar.
Benar, sekali lagi kita akan ketinggalan jauh, mahasiswa Karimun masih di anggap lugu, labil, belum dewasa untuk menyikapi di semua hal, termasuk halnya sendiri. Memajukan diri sendiri, kampus dan daerahnya sendiri.
Benar, sekali lagi kita akan ketinggalan jauh, mahasiswa Karimun masih di anggap lugu, labil, belum dewasa untuk menyikapi di semua hal, termasuk halnya sendiri. Memajukan diri sendiri, kampus dan daerahnya sendiri.
0 Komentar