Cerita Simbolik Mengenai Pengharaman Babi


Ada persamaan babi dan manusia. Yaitu bahwa ia tidak dapat dikuliti kecuali dengan memotong sebagian dari daging yang menyertainya, berbeda dengan binatang-binatang lain. Binatang yang satu ini sangat kotor, konon lalat saja enggan hinggap di dagingnya. Sifatnya yang buruk dan nafsunya sungguh begitu besar.

Memang, makanan dan minuman dapat mempengaruhi manusia. Pengaruhnya bagi fisik sudah tidak asing lagi. Bahkan ada minuman yang juga mempengaruhi manusia, minuman keras misalnya. Jiwa manusia akan berdampak buruk dengan memberinya semangat tanpa perhitungan untuk melakukan aktivitas. Karena itu banyak penjahat meminumnya sebelum beraksi.

Jika kita tidak menemukan jawaban yang memuaskan nalar kita menyangkut pandangan agama tentang babi, maka katakanlah bahwa pengharaman babi oleh agama islam -dan sebelumnya oleh agama Yahudi- adalah berdasar satu sistem dimana rincian sistem itu tidak harus selalu dipahami nalar.  Katakanlah ia seperti sistem lalu lintas.

Di Indonesia dan di Inggris misalnya, kemudi mobil diletakkan di sebelah kanan kendaraan berbeda dengan di Amerika, Jerman, atau Timur Tengah dan banyak negara lain selain itu. Mengapa demikian? Kita tidak harus memperoleh jawaban, tetapi bila kita berada di Indonesia atau Inggris, kita harus mematuhi ketentuan yang berlaku di kedua negara tersebut. Dan juga berada di negara Amerika, Jerman atau Timut Tengah dan lainnya. Nah, demikian juga bila kita menganut agama islam, kita harus mematuhi ketetapan Allah yang menggaramkan babi, baik kita ketahui atau tidak.

Di sisi lain, perlu di ingat kisah simbolik yang dikemukakan oleh Imam Ghazali.
Seseorang ayah berpesan kepada anaknya, agar setelah kematiannya ia boleh merenovasi rumah mereka, tetapi sang ayah melarangnya menebang sebuah pohon. Setelah kematian sang ayah, anak itu merenovasi rumah. Ketika itu dia berfikir tentang pohon yang dipesankan ayahnya. "Ayah melarangku menebangnya, karena aroma kembangnya yang harum. Kini ada pohon yang beraroma lebih harum yang belum diketahui ayahku." Lalu ia menebang pohon terlarang itu. Beberapa hari kemudian, muncul seekor ular yang menyerangnya yang berasal dari pohon yang telah ditebang tersebut. Ketika itu barulah sang anak sadar, bahwa aroma pohon yang ditebang, di samping sedap dihirup manusia, dia juga menangkal datangnya ular. Demikian, nalar sabg anak terbatas dan hanya mengetahui sebagian dari tujuan larangan ayahnya. Begitu ilustraaj Imam Ghazali.

Jika demikian, tak mengapalah kita tidak mengetahui rahasia larangan Allah, bukankah masih amat banyak makanan lain yang lebih lezat dan sehar yang dapat dimakan ?

Posting Komentar

0 Komentar