Seminggu Berselang ..

Seminggu berselang ..

Sehabis pulang dari rumah sang mantan, keseharian Tomy dilalui dengan menyendiri di tempat-tempat kesunyian, guna mengisi kegundahannya. Lokasi seperti pantai, perpustakaan, lapangan futsal menjadi pilihannya.

Selain diterpa masalah yang cukup hebat yang membuatnya galau yang tiada berujung, ia juga sedang dilanda kegelisahan yang tidak ada habis-habisnya sampai sekarang, yaitu krisisnya perekonomian keluarga. Menjadikan Ayahnya sibuk mencari pekerjaan lain setelah bangunan yang dikerjakan telah siap. Belum lagi tunggakan uang semester yang harus dilunasi, mengingat ini tahun terakhir ia duduk di bangku kuliah dan menuju wisuda.

Seakan tidak percaya dengan apa yang terjadi, siang ini langkah kakinya tidak jelas akan kemana melangkah,  -seperti dedaunan yang berterbangan mengikuti arah angin- kadang kala berhenti sejenak, menghirup udara sambil melihat langit, sesekali menatap sepasang burung yang memang dari tadi bertengger di ranting pohon. Tomy sang arjuna yang ditinggal cinta, masa kelam sedang dilaluinya, siang malam masalah ini menghantui, membuat batinnya terusik seakan ingin berteriak “Mengapa aku sebodoh ini?? bodohkah aku memutuskan semua ini?? kenapa tidak aku perjuangkan saja cintaku ini? aku bodoh!”

Lalu jawaban dari langit datang, yaitu suara gemuruh yang diiringi awan pekat petanda hujan akan turun. Burung dan dedaunan saling bertebrangan, akibat hembusan angin yang kencang itu. Tomy yang menyadari akan turunnya hujan besar segera bergegas ke tempat teduh, tapi sepanjang jalan, tidak satu pun yang ia nilai cukup untuk melindungi tubuhnya dari rintikan hujan yang semakin lebat.

Ketika puas berlari mencari tempat teduh, tibalah Tomy di tempat yang diharapkan. Sebuah toko buku tiga lantai, di dalam kondisi ramai pengunjung, bahkan ada yang hanya sekedar berteduh menunggu hujan reda. Toko tersebut bernama ‘Salemba’, letaknya di persimpangan tiga menjadikannya ramai pengunjung karena strategis.

Masuklah Tomy ke toko buku itu, sambil melihat-lihat bangunan tempo dulu. Tempat ia dulu mencari buku tulis bersama ayahnya saat masa SD. Kini, dindingnya telah di cat warna putih, bangunan ini telah berubah , dahulu hanya satu lantai kini sudah bertambah dua lantai, decak kagumnya terhenti kala ia menemukan buku yang sangat bagus untuk dibaca dan dijadikan rujukan untuk kehidupannya, terlebih sekelumit masalah yang tengah dihadapinya. Judul sampul itu ialah ‘tatanan kehidupan harus sejalan dengan syariat islam’ dan hanya tersisa satu buku. Sewaktu ingin mengambil, Tomy terkejut ketika di sampingnya terdapat lelaki tua separuh baya, yang menatap sama apa yang Tomy tatap, lantas ia mengurungkan niat untuk membaca dan mempersilahkan kepada Bapak tua tadi.

“Silahkan Pak, mau ambil buku ini ya?“ sambil menunjukkan buku yang dari tadi ia inginkan.
“Terima kasih nak.“
“Iya Pak sama-sama“ benar dugaan Tomy.
Ketika ingin pergi dan mencari buku lain, tiba-tiba saja Pak tua tadi memanggil dan menanyakan sesuatu.
“Adik pernah membaca buku ini?“
“Belum Pak, jusru baru kali ini saya melihat buku yang berjudul seperti itu.“
“Kalau begitu ambillah, saya sudah tua dan selalu sakit. Sudah tidak layak untuk membaca buku ini. Saya merasa kamu yang lebih pantas dan semoga bisa kamu amalkan dan sebarkan setiap kebaikan di dalam buku ini.“
“Aminn..“Tomy sedih ketika melihat bola mata Pak tua itu yang mulai kemerah-merahan, antara ingin menangisi keluhannya atau memang sudah seperti itu akibat usianya.
“Siapa namamu nak? Sambil menyodorkan tangan arti sebuah perkenalan dengan jabatan tangan.
“Nama saya Tomy Mandala Putra, kalau nama Bapak siapa?“
“Saya Ali Sastrowidjodjo, orang-orang di toko buku ini hanya memanggil Pak ali saja.“
“Oh Pak Ali namanya, terimakasih ya pak? Sambil tersenyum.
“Iya, sama-sama nak” Pak Ali pun menjawab dengan senyum simpulnya
.

Buku yang menjadi pengobat hati Tomy telah menjadi sebuah bacaan yang terus-terus diulanginya, karena tulisan yang disuguhkan begitu mendalam, sehingga membuat Tomy terkadang pusing hingga harus browsing ke internet guna mengetahui maksud dari tulisan-tulisan tersebut. Takjub akan isi buku itu membuat Tomy bertanya, siapa gerangan yang mengarang buku tersebut. Alangkah terkejutnya Tomy saat membaca halaman di mukadimah, diluar dugaan, ternyata pengarangnya yang tidak lain dan tidak bukan adalah bapak yang berada disampingnya tadi. Pak Ali Sastrowidjodjo.

Hari mulai gelap, rembulan mulai menunjukkan sinarnya, rencana esok untuk bertemu beliau disusun. Sampai seputar pertanyaan-pertanyaan dari yang mudah hingga tersulit, dan rasa penasaran berasal dari mana redaksi-redaksi yang beliau himpun.

Setiba di dalam toko, Tomy mulai menunjukkan kehausannya akan ilmu. Di kesempatan langka ini banyak yang ditanyakannya seputar rencana yang ia susun sore itu, diskusi mereka cukup alot. Alih-alih ilmu yang di dapat belum puas, Tomy diajak untuk ikut bergabung dalam bisnis yang digarap oleh Pak Ali dan keluarga, sekaligus belajar ilmu agama oleh bimbingannya. Pak Ali merasa Tomy adalah pemuda yang berbakat dengan hanya melihat gelagat dan gaya bicaranya yang cukup intelek, berbanding terbalik usianya yang muda.

Mendapat tawaran semacam itu, membuat Tomy merasa bahagia luar biasa dan segera menerima ajakannya, ia sangat tertarik untuk mengikuti jejak Pak Ali sebagai penulis hebat dan pebisnis yang sukses. Dahulu hanya 1 lantai kini telah berubah menjadi 3 lantai. Serta menjadikan tokonya sebagai penerbit yang selalu mengeluarkan karya-karya tulisan hebat orang lain.

Teruskan membaca Setelah 1 Bulan belajar bersama Pak Ali

Posting Komentar

0 Komentar