Sabtu Sore Di Pantai Pelawan

Sabtu sore di pantai pelawan

Lirih angin menghampiri Tomy, di tepi riuh deburnya air pantai menanti Tri yang tak kunjung tiba. Seketika, Tomy salah tingkah, ia terdiam. Matanya terpesona melihat Tri menghampirinya. decak kagumnya tak terelakkan, ayunya sungguh mempesona. Tomy tak habis fikir jadinya, melihat perbedaan Tri sewaktu di kampus. Dari segi busana yang di kenakan sungguh berbeda. Bedak dan bibir tipis merah merona melekat pada wajah putihnya, menjadikan satu nilai modal untuk mencuri perhatian pria yang berada dipantai tersebut. Termasuk Tomy yang mengaguminya.

Takut didahului oleh Tri, Tomy segera menyapanya duluan.

“Haii .. apa kabar?“
“Baik, siapa duluan ya yang sampai disini??“ tanya Tri.

Tri tidak mau kalah, kecantikan membuatnya percaya diri. Dia memang unggul dalam beretrorika -berbahasa secara efektif- terutama di depan pria, Tomy sudah dari awal menyadarinya.

“Mungkin kamu duluan.“
“Ooo..“
“Hari ni kamu cantik sekali,“ gombalnya.
“Hehehe makasih.”
“Tapi sayang statusnya kok single?“
“Kok tau,“ pipi Tri mulai memerah.”
“Liat di facebook kamu.“
“Oo ..“ Tri tersenyum malu.

Wanita bila ditanya selalu menjawab ‘oo’ adalah kewajaran, hal ini dikarenakan wanita pada umumnya tidak suka mendramatisir.

“Kamu udah makan?“ lanjut Tomy.
“Belum, kenapa? Mau ajak Tri traktir ni?“ dengan gelagat tidak menolak.
“Hehe.. ia, emang bisa? Apa teman Tri tidak marah bila kita berdua saja yang pergi?“
“Haha.. tidak, jangan khawatir mereka udah dewasa semua. Pengertian lagi, terus Tri kesini bawa sepeda motor sendiri, jadi kalau mereka pulang tidak masalah.“

Tri memahami maksud isi hati Tomy. Tanpa fikir panjang, Tomy menarik tangan Tri yang putih dan lembut, tanpa menghiraukan kalau mereka baru saja berkenalan. Mereka menyusuri pasir putih sesambil melihat ke laut. Sejenak, terbesit di benak Tomy. “Sejak kapan aku berani menggandeng tangan wanita? kakak tingkat lagi. Akankah sikap yang tadi ialah diriku yang sebenarnya? Atau tadi itu setan yang merasukiku?“ ia bertanya-tanya keheranan seolah tak percaya apa yang barusan terjadi.

Tiba-tiba di sisi Tomy terdengar suara lembut dari bibir Tri “Aduuh .. dingin kalii, disini anginnya kencang.“
Tomy mendekat “Dingin ya, ya udah kita ke atas bukit,“ sambil mencari rumah makan ia mendekap Tri, memberikan rasa kehangatan. Jacket yang ia kenakan diselimuti ke tubuh Tri.

Di rumah makan mereka di kejutkan dengan sekawanan hujan, rupanya sudah terlihat sejak angin kencang tadi. Petir yang diselingi kilat menemani makan sore mereka yang sepi dari pengunjung. Sungguh menyeramkan pagi ini, betapa tidak. Pohon besar di belakang rumah makan itu mulai ingin rebah. B ila menimpa, maka tamat sudah mereka.

Situasi mencekam membuat Tri takut tapi tidak unutuk Tomy.

“Kita pulang jam berapa?” cemas Tri.
“Sebelum ashar. Tenang, hujan ini hanya sebentar, ini hanya hujan lewat.“ Cukup meyakinkan Tomy menjawabnya, menyadari Tri yang cemas dari tadi. Tiba-tiba Ibu pelayan datang, lalu mereka memesan 2 jus coconut milk.

Hujan tak kunjung reda sejak pagi. Obrolan sudah tidak ada, mulut mereka lelah untuk bebicara, kejenuhan mulai menginggap ketika hanya hujan yang didengar. Saat situasi seperti ini, Tomy sempat juga merayu Tri untuk melepas ketakutan yang dirasakannya.

”Tri, tau tidak srikandi di kayangan itu seperti apa?“
“Seperti apa?“
”Seperti kamu Tri, dan aku arjunanya,“ isyarat hati yang Tomy pancarkan mulai menyala.Tri mulai tersipu malu mendengarnya.”
“Haha, masak sih aku seperti srikandi yang di kayangan?“
”Enggak percaya? Lihat aja nanti di kaca setelah tiba dirumah. Lalu perhatikan wajahmu yang elok berseri itu, dan tatap busana yang kamu kenakan hari ini. Bandingkan dengan busana kuliahmu, pastilah hari ini lebih cantik dan sedap di pandang.“

Rayuannya tepat, hingga mengena di lubuk hati Tri, menjadikannya hanya membalas dengan senyuman manja.
“Tri, boleh aku mengatakan sesuatu yang selama ini aku rasakan?”
“Boleh, silahkan saja,“ Tri menyadari akan ada kejutan.

Tiba-tiba, sejenak Tomy diam sambil memejamkan mata. Sebab, ia takut bila tersendat di saat mengungkapkan isi hatinya, sesekali melirik kiri dan kanan memantau apakah sudah benar-benar sepi. Ia tidak bisa mengendalikan geroginya yang sudah tingkat atas, ini masa pertama kalinya Tomy ingin mengumbar cintanya secara langsung kepada wanita.

”Etttr… i , aku sukaa..“
“Terima kasih buk“ Ucap Tri, usai pesanan datang.

Tomy terkejut dengan kedatangan pelayan, ia pasrah dan menyerah dengan keadaan yang sudah berubah, padahal tadi keadaan sebaliknya -sudah berada diatas angin- kalaulah tidak lambat menyampaikannya.
Kini Tomy sudah tidak selera. Lalu, untuk menghilangkan kekesalannya ia menawarkan suapan manja ke Tri, sehingga membuat suasana menjadi romantis, ditambah lagi ornamen-ornamen rumah makan yang mendepankan sisi percintaan. Balon berbentuk love bewarna pink , bingkai-bingkai indah menyelimuti dinding disertai lukisan menara Eiffel. Sore yang langka bagi mereka, dunia seakan terasa milik berdua.
Tak sadar hujan telah reda, kini pukul 06:05. Dimana Tri harus pulang kerumah. Kemudian mereka pulang dengan mengendarai sepedar motornya masing-masing.

Peristiwa sore tadi tak akan terlupakan untuk Tomy, ia mendapat banyak jawaban, Tri adalah wanita yang tidak pemalu bila bermesra di muka umum, ia juga pengertian, tidak neko-neko dan juga manja. Ia selalu menurut akan larangan orang tuanya yang harus pulang sebelum magrib.
Sampai dirumah Tomy segera menelfon, ia khawatir Tri dimarah orang tuanya karena pulang hamper magrib.

“Hallo?“
“Ya, hallo ?” Jawab tri.
“Suara Tri terlalu halus, hampir tak terdengar, tadi dimarah ya?“
“Tidak tom, tapi hanya ditegur. Tri alasannya tadi hujannya lebat jadi berteduh dulu dirumah teman makanya pulang terlalu magrib.''

Tomy senang sekali, Tri menjawab dengan sebutan ‘tom’ , yang dari awal perkenalan sampai sekarang tidak pernah Tri menjawab seperti itu.

“Ooh syukur la. Suaranya kok pelan, ada apa. Tri pilek ya?“
“Biar tidak didengar sama Ayah, nanti ketahuan kalau kita tadi ke pantai“
“Hehe. Pintar Tri ya, oke deh. Eh tunggu dulu aku mau menanyakan sesuatu, apa boleh??“
“Boleh, mau nanya apa tom? Cepat ya nanyanya“ cemas Tri, takut ketahuan Ayahnya.
“Aku menyukaimu Tri, rasanya aku telah jatuh hati. Apakah kamu mau menjadi pacarku?“

Sejenak Tri terdiam 1 menit lamanya, membuat Tomy harap-harap cemas, apakah ditolak atau diterima atau juga lansung dimatikan sambungan telefonnya.


“Iya aku mau, Tri mau menjadi pacar Tomy. Tapi ada syaratnya.”
“Aduh, ada syarat segala, memang apa syaratnya?“ Keluh Tomy yang penasaran.
“Tom, kamu jangan mencintai aku melebihi cinta terhadap Allah, karena suatu saat nanti bisa saja kamu akan membenci aku. Dan bila membenci aku sewajarnya pula, karena kedepan bisa jadi kita saling mencintai. Bukankah allah maha membolak-balikan hati? Bukankah cinta yang sejati adalah cinta setelah akad nikah, selebihnya adalah cobaan dan fitnah saja. Maaf ya tom, aku bukan maksud menggurui tapi inilah yang diajarkan mama.“
“Ooh oke, tidak masalah. Aku senang kok mendengarnya. Ya udah tutup telefonnya, katanya bentar, nanti ketahuan.“
“Hi.. hi.. iya nih keasikan jadinya, oke daa .. Assalamualaikum.“
“Daa .. waalaikumsalam.“


Teruskan membaca Tomy menjalin kasih dengan Tri selama 3 tahun

Posting Komentar

0 Komentar