Membangkitkan Peran Media Penerangan Secara Tepat Dalam Mendorong Semangat Budaya Literasi Di Masyarakat


*Tulisan ini adalah bagian dari kegiatan lomba esai dengan tema meningkatkan budaya literasi

A. ABSTRAK 
Membangun budaya literasi dalam konteks agama sangat di anjurkan sekali, karena Nabi Muhammad saja dalam sejarah umat muslim ketika mendapatkan wahyu yang pertama bukanlah mendengar yang ia lakukan, tetapi membaca surah Al-Alaq ketika malaikat jibril menyuruhnya. Selain membaca, menulis juga adalah bagian dari pengertian literasi. Ketika para pemuka ulama dahulu tidak melakukan budaya literasi boleh jadi ilmu apa yang kita dapati sekarang –bacaan sholat, mengaji yang baik, bacaan doa khusus, dll- belum tentu sama seperti yang diajarkan oleh Rasulullah terhadap sahabat dan para pengikutnya.

Memasuki ke abad 21, masyarakat sekarang cenderung menginginkan segala sesuatu yang bersifat instan, sehingga sifat mentalitas yang praktis tersebut membuat budaya literasi seolah menjadi tantangan yang berat dengan menilainya sebagai sesuatu yang memiliki prosedur, formal, serta sulit untuk dilaksanakan.

B. ISI
melakukan budaya literasi adalah organ terpenting dalam menciptakan masyarakat yang berilmu, lebih spesifikinya lagi seseorang yang melaksanakan budaya tersebut dapat menuju manusia yang berkepribadian unggul contohnya berfikir kritis terhadap permasalahan yang ditemukan, dapat menemukan solusi, dan juga tentunya sebagai media dalam menyampaikan informasi seluas-luasnya kepada khalayak umum.

Sekarang ini masyarakat disibukkan dengan kehidupannya yang tanpa sedikitpun pengetahuan didapati dari budaya literasi. Karena mereka pada umunya masih menggangap bahwa budaya turun temurun sudah lebih cukup mutakhir ketimbang mencari ilmu dengan membaca buku di perpustakaan. Syukur masyarakat sekarang masih ada yang semangat membaca secara online, dari pada yang sama sekali tidak, dan enggan mengunjungi perpustakaan?

Tulisan ini mengangkat judul “Membangkitkan Peran Media Penerangan Secara Tepat Dalam Mendorong Semangat Budaya Literasi Di Masyarakat” , Makna judul di atas bukanlah membangkitkan media penerangan yang dimiliki instansi penerangan terkait seperti TNI, POLRI, dan instansi lainnya dalam hal menyampaikan informasi kepada masyarakat dengan berita yang panjang atau imbauan yang penuh dengan peraturan. Namun dalam arti yang lebih kecil, yakni menyampaikann pesan-pesan budaya literasi melalui dua jurus jitu yang sampai saat ini belum di optimalkan.

a) Reklame
Kecendrungan masyarakat Indonesia dalam hal membedakan antara pengertian reklame dan pengertian iklan membuat para pegiat pembaharuan literasi harus bekerja ekstra keras. Pasalnya bukan masalah seperti di atasnya saja masyarakat salah kaprah dalam memaknai suatu kata. Contohnya di daerah Kabupaten Karimun, ramai masyarakat Karimun khususnya para pemuda-pemudi yang menilai bahwa kata “honda” adalah sama seperti “sepeda motor”. Padahal “Honda” adalah merek/jenis dari sepeda motor itu sendiri, belum lagi dengan popok bayi yang disamakan dengan “pampers” yang seharusnya nama tersebut adalah sebuah nama jenis barang yang diproduksi oleh perusahaan indonesia

Budaya semacam ini sepertinya telah menjalar hingga ke anak-anak kecil dan juga tak kalah hebatnya kaum dewasa juga telah menggunakan kata-kata seperti di atas. Biarlah kata “kami” yang dalam konotasi bahasa melayu mengandung unsur “saya” namun lebih dari satu sebenarnya, digunakan oleh masyarakat Karimun karena menganggap bahwa ungkapan tersebut lebih terkesan sopan, dan halus apa lagi ketika berinteraksi kepada orang lebih tua darinya. Lalu jangan sampai kata-kata yang berikutnya menjalar menjadi bermakna plural sehingga yang menangkapnya berbeda adanya akibat golongan dan status sosial yang berkotak-kotak.

Terarahnya Pesan Reklame Membawa Angin Segar
Reklame juga ada kata-kata yang termasuk ke dalam kategori semboyan atau motto, bukan saja kata untuk mengajak dan melarang tetapi ada juga kata yang bertujuan untuk menyemangati orang lain.
Sejak perkembangannya ilmu psikologi manusia telah di perkenalkan dengan permainan kata-kata dalam hal menghibur diri secara pribadi terlebih untuk memotivasi diri sendiri, hal tersebut sering dikatakan dengan motto hidup. Motto memiliki peran yang sangat berarti dalam perjalanan manusia menuju kehidupan dunia lain, dengan adanya kata-kata yang  tersusun sedemikian menarik, heroik dan terkadang mengunggah jiwa hingga menuruti kata tersebut, tidak sedikit manusia sampai hari ini sukses dengan tetap teguh memegang semangat motto hidupnya tersebut. Lalu, tidak diragukan lagi bahwa motto tersebut bukan hanya sekedar pajangan dalam dinding rumah, yang secara sekilas hanya untuk di baca, sesungguhnya ia memiliki makna yang begitu besar bagi sang pemilik rumah.
Bila ditinjau dari etimologinya, reklame dan iklan mempunyai makna yang setara. Iklan dari kata I’lan (bahasa Arab) berarti seruan yang berulang. Maka kedua istilah yang terkait dengan media periklanan ini mengandung makna yang setara yaitu untuk kegiatan penyampaian inrformasi kepada masyarakat atau khalayak umum.

Melebihi Dari Mengajak dan Melebih Dari Menakuti
Dari data empiris yang ada, pelaku yang meletakkan iklan di papan reklame mayoritas di dominasi oleh pemerintah bukan masyarat yang memiliki bisnis untuk di pajang produknya di papan reklame. Berbagai instansi memiliki papan pengumuman, himbauan atau informasi yang terletak khusus dan sudah di atur oleh dinas yang terkait, serta lokasi yang diletakkan pun harus strategis. Mari kita papan reklame besar yang berjejeran rapi di simpang tiga RSUD Poros, Kapling, Kecamatan Tebing, Kabupaten Karimun. Sedikit sekali yang ingin meletakkan iklan yang bertemakan menghidupkan budaya literasi. Jangankan untuk menggalakan hal ini, untuk memasarkan produknya saja pengusaha masih enggan, sebab mereka tahu bahwa budaya membaca tidak begitu tinggi di Kabupaten Karimun.
Adanya papan reklame adalah angin segar bagi dunia literasi, budaya melihat, membaca akan tersaji di suatu daerah. Dalam menyampaikan pesan dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya dengan media menulis bisa disejajarkan dengan media lisan, walau budaya literasi belum optimal diterapkan. Nah, dengan terstrukturnya pesan-pesan yang disampaikan bukan tidak mungkin budaya lisan tersebut lambat laun berubah menjadi budaya menulis dalam hal menyampaikan informasi yang luasnya. Hal ini dapat terwujud jika dalam papan reklame di tampilkan “frasa” yang lebih mendalam dari segi manfaat budaya literasi, resiko buruknya jika tidak membangun budaya literasi secara gamblang, dan bentuk pemaparannya juga secara eksklusif menuju tepat ke intinya. Bahkan kalau bisa terkesan menakuti masyarakat bila hal ini di indahkan.

Kenapa sampai begitu ekstrim? Menakut nakuti masa depan bangsa ini ke pada masyarakat. Seyogyanya literasi adalah gerbang pembuka bagi terbangunnya generasi penerus pembangunan bangsa, jadi mau tidak mau suka tidak suka jalan kita hanyalah memaksa masyarakat, dengan bentuk menakuti mereka.

Contohnya iklan yang ada pada bungkus rokok “Rokok dapat menyebabkan gangguan serangan jantung, hipotermia, gangguan pada wanita hamil, dan sebagainya” kata-kata seperti ini lebih baik dari pada hanya dengan kata-kata yang maksud melarang rokok tapi tidak mendekat ke arah penyakitnya, hanya bersifat umum saja. Sekarang tema membangun karakter bangsa dengan budaya literasi, seperti “Buku adalah jendela ilmu” saya rasa belum cukup efektif, lebih baiknya dengan kata “Enggan membaca kebodohan yang didapati”

Maka pesan-pesan yang disampaikan langsung terpatri ke dalam benak masyarakat. Dalam ilmu psikologi, bahwa sesuatu yang menarik untuk dipandang –juga dibaca- akan membawa perubahan dalam pola fikir mereka. Bukan hal mustahil bila dari salah satu pembaca papan reklame akan memilik hasrat untuk mewujudkan seperti kata-kata yang ada di papan reklame tersebut. Seperti kasus yang terjadi di Kabupaten Karimun. Penulis menilai bahwa dengan keberhasilan Kabid Humas Pemkab Karimun dalam mengelola media penerangan seperti slogan yang terpasang di papan reklame, membawa porubahan yang begitu besar. Terbukti dengan di raihnya piala adipura oleh kabupaten karimun, adalah berkat kerja keras dari Pemerintah Kabupaten Karimun dalam mensosialisasikan akan pentingnya Sabtu Bersih. Semboyan yang digalakkan oleh Bupati Karimun, H. Anur Rafiq, S.Sos, M.Si.

b) Slogan
Slogan terambil dari kata dari istilah dalam bahasa Gaelik, sluagh-ghairm, yang berarti "teriakan bertempur". Sama seperti motto, slogan pun dapat menjadi sebuah motto alternatif bagi orang khusus yakni mereka yang belum kenal dengan dunia literasi dan belum secara mendalam. Melihat perkembangan dunia yang begitu pesat dan serba canggih, membuat slogan amat dibutuhkan. Dimana saja perlu yang namanya slogan, di lingkungan perusahaan, perkantoran, organisasi dan lain-lain. Di manapun slogan berada tentunya mempunyai misi yang ingin di sampaikan dari sang pembuat, namu saat ini slogan sudah seperti tulisan kotor yang terpajang di tempat yang di perselisihkan. Contohnya tempat pembuangan sampah. Walau sudah di himbau untuk tidak membawa sampah di sini, namun tetap saja di indahkan oleh pembuang. Hal ini menjadi salah satu biang dalam menetapkan slogan yang berujung konflik yang mangandung unsur SARA.  Yakni seperti – maaf jika terlalu lancang. “Anjing yang membuang sampah di sini”.

Menurut saya sebaiknya slogan dengan kata yang sopan namun terkesan mendidik ke dalam agama “Alam akan marah jika sembarangan membuang sampah. Ingat!! Bencana di depan mata anda.” Memang, jika difikir-fikir mereka akan tetap membuangnya tapi apakah makna slogan yang sopan di atas bertahan lama di benak mereka dibanding dengan slogan yang bergaya kasar? Tentu iya, dan lambat laun mereka pastinya sadar sendiri, terlebih bencana benar terjadi di hadapannya.
Kini saatnya merevolusi bangsa kita dalam budaya literasi, budaya yang lama itu adalah metode kuno yang sudah bukan lagi dizamannya. Sekarang eranya beretrorika dalam hal apa pun, hanya dengan permainan kata orang bisa terpengaruh.

Tidak Ada lagi Toleransi Terhadap Makna Pada Slogan
Setali tiga uang, slogan juga selayaknya dipandang sebagai ungkapan yang langsung mengenai hati pembaca, bukan kata-kata yang bertele-tele dan masih memiliki gaya lama mengikuti kata-kata trend dulu. Seharusnya memiliki variasi khusus dan tidak disamakan dengan pengaruh zaman modern ini sehingga tidak dikatakan lebay oleh para kaum muda.

Langsung saja ke contohnya, yakni “Jika ingin terkenal membacalah“ penggunaan bahasa yang tepat dapat membuat masyarakat terpengaruh dengan isi slogan tersebut. Walau dalam konteks agama salah karena ingin terkenal, tetapi bila rutin membaca bahkan menulis apa lagi, bukan tidak mungkin ia bisa mendikte sendiri bahwa slogan yang di temukan salah. Dan benar bahwa itu salah, bagi masyarakat yang menyadarinya berarti masih termasuk dalam orang yang terpelajar. Dari sini kita bisa lihat respon dari mereka, dan perbedaan dari yang apatis dan kritis akan terlihat.

Kemudian, semboyan-semboyan yang membangkitkan semangat membaca dan menulis, lalu juga bahaya bila tidak menerapkan budaya literasi boleh jadi akan menjelma sebuah ketakutan yang tidak ingin di rasakan. Seperti “Tidak Membaca sesat di jalan. Malu menulis goyah fikiran” Rasanya pesan yang harus di sampaikan dalam hal menakuti bukan lagi dengan maksud untuk “Mencegah” tetapi dengan maksud “Menghilangkan”. Hilangkan kebiasaan apatis mereka, tumbuhkan semangat keingintahuannya setelah melihat tulisan semacam tadi.

Contoh kata slogan yang mencegah “Ilmu adalah jendela dunia“ dengan kata jendela dunia dapat di indikasikan ia bermakna pengetahuan besar untuk mengetahui semuanya. Namun apakah masyarakat awan bisa menerima dengan akalnya? Alhasil, tulisan yang kurang eksklusif seperti ini bisa-bisa di sepelekan oleh para pembaca.

C. PENUTUP
Sebenarnya untuk menyampaikan penerangan kepada masyarkat dapat digunakan lebih dari media slogan dan papan reklame seperti radio, televise, film dan pers. Tapi yang lebih dimudah dalam pelaksaannya dan memakan waktu dan biaya yang tidak begitu lama dan besar adalah media yang di ulas di atas. Mengingat metode pendekatan hanya bisa diterapkan di dua media tersebut, bayangkan jika di televis semboyan untuk membangun budaya literasi di tampilkan. Apakah akan bertahan lama? Lalu bagaimana dengan iklan yang sudah menunggu jauh hari. Jadi media ini masih ada ketergantungan bisnis dalam menghidupi medianya ke depan, sedangkan tujuan pegiat literasi adalah murni bukan untuk sambilan berbisnis.

Dalam kesempatan ini saya sangat berterimakasih kepada pihak penyelenggara terutama dinas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kepulauan Riau. Harapan saya dengan adanya program yang bertemakan “Membangun Karakter Bangsa melalui Budaya Literasi” dapat membantu mahasiswa/i kita (KEPRI) untuk bersaing dalam membentuk Mahasiswa yang kreatif, inovatif serta mampu membangun dan mengembangkan budaya Literasi terhadap masyrakat luas, Jadi semoga tahun depan digalakkan kembali dan bukan hanya sampai disini saja –ketika telah menemukan program yang tepat- tapi juga terus dan berkelanjutan.

Kesimpulan
Dari paparan di atas dapat di simpulkan bahwa perlu adanya sebuah reformasi dalam hal penyampaian maksud melalui media reklame dan slogan, yakni lebih tepat ke inti permasalahannya serta tidak lagi memakai kata-kata lama yang sudah terlanjur masyarakat pahami sebagai angin lalu. Semoga dengan adanya karya ini bisa menumbuhkan sebuah gerakan yang bisa mengobati penyakit sosial dan berbagai penyakit lainnya. Mungkin banyak cara lain selain ini, namun hanya Tuhanlah yang menentukannya, kita sebagai manusia hanya bisa berharap dan berusaha untuk yang terbaik.
Demikian karya saya yang khusus dipersembahkan untuk panitia dalam memenuhi Lomba Menulis Esai untuk Mahasiswa Se-Provinsi Kepulauan Riau, serta juga untuk menunaikan hak saya sebagai seorang penulis pemula. Dimana saat ini saya juga tengah membangun sebuah wadah untuk mahasiswa karimun dalam hal meningkatkan budaya literasi di lingkungan mahasiswa Kabupaten Karimun melalui blog saya Irudnews.blogspot.com.

Akhir kata tidak ada gading yang tidak retak, dan tidak ada kata sempurna kecuali hanya milik-Nya. Kesalahan dalam penulisan, baik itu bahasanya dan bentuk pedoman penulisan harap dimaklumi karena saya hanyalah manusia biasa.


Posting Komentar

0 Komentar