Merobohkan Budaya Mahasiswa Apatis Terhadap Hukum (Mahkamah Konstitusi)


Pernahkah kita melihat lembaga-lembaga di indonesia ini berselisih lalu mendatangi ke gedung MK?? Pasti pernah, nah dalam kasus tersebut apa sebenarnya yang di perselisihkan? Kenapa harus mengadu kepada MK? kenapa tidak diselesaikan secara politik?

Jawabannya, disebabkan oleh sistem ketatanegaraan yang diadopsi Indonesia dalam ketentuan UUD 1945 sesudah perubahan pertama(1999), Kedua (2000), Ketiga (2001), dan keempat (2002), mekanisme hubungan antarlembaga negara bersifat horizontal, tidak lagi bersifat vertikal. Sekarang tidak ada lembaga tertinggi negara seperti yang kita ketahui sebelumnya. MPR bukan lagi lembaga yang paling tinggi kedudukannya dalam bangunan struktur ketatanegaraan Indonesia, melainkan sederajat dengan lembaga-lembaga konstitusional lainnya, yaitu Presiden, DPR, DPD, MK, MA, dan BPK.

Hubungan antar lembaga diikat oleh prinsip checks and balances, dimana diakui sederajat tetapi saling mengendalikan satu sama lain. Karena sederajat timbul kemungkinan dalam pelaksanaan kewenangan masing-masing terdapat perselisihan dalam menafsirkan amanat UUD.

Jika timbul persengketaan pendapat semacam itu, maka diperlukan organ yang mengatur untuk memutuskan final atas hal tersebut. Yakni melalui proses peradilan tata negara yanv bernama Mahkamah Konstitusi.

Secara definitif, maksud dari sengketa kewenangan antarlembaga negara ialah perbedaan pendapat yang disertai persengketaan dan klaim antar lembaga negara mengenai kewenangan konstitusionalnya yang dimiliki oleh masing-masing lembaga negara tersebut.

Selain memutuskan perkara dalam sengketa kewenangan antar lembaga, MK juga berfungsi sebagai tempat mengadu bagi siapa saja selama ia warga negara indonesia terhadap undang-undang yang tidak relevan dan bermasalah dalam pelaksanaannya oleh lembaga yang terkait. Hal tersebut dinamakan pengujian materi undang-undang.

Cara penyelesaiannya dengan memberikan solusi hukum selama dipersidangan, sebab MK seyogyanya sebagai lembaga yang merdeka dari siapa saja -tidak boleh ada pihak yang mengintervensi- untuk menegakkan hukum dan keadilan di tingkat lembaga.

Melihat posisi maka Mahkamah Konstitusi ini posisinya unik. MPR yang menetapkan UUD sedangkan MK yang mengawalnya. DPR yang membentuk UU, tetapi MK yang membatalkannya jika terbukti bertentangan dengan UUD. MA mengadili semua perkara pelanggaran hukum di bawah UUD, sedangkan MK mengadili perkara pelanggaran UUD. Jika DPR ingin mengajukam tuntutan pemberhentian terhadap presiden dan atau wakil presiden dalam masa jabatannya, maka sebelum diajukan ke MPR untuk diambil keputusan, tuntutan tersebut diajukan dulu ke MK untuk pembuktiannya secara hukum.

Posting Komentar

0 Komentar