Terima kasih kawan. Kalian telah memulai membaca wacana ini. Teruskan, jangan berhenti hingga selesai. Apapun warna kulitmu, apapun agamamu, apapun jenis kelaminmu, kalian adalah sekumpulan orang yang saya sebut Maha dan Siswa. Bukan siswa, sebutan remaja yang masih berkutat dengan meja dan buku. Tapi kata yang di tambah Maha, menurut saya hebat akalnya, retrorikanya, hingga perasaan yang bernuansa kritis tanpa terkikis hingga usia menipis.
Inilah kisah Mahasiswa yang hidup di istana tempat ia meraih gelar sarjana. Kisah ini tidak selayaknya di publikasi ke umum, namun tujuan sebenarnya adalah generasi sesama, jadi apa boleh buat, wadah saja tidak disediakan, untuk menyalurkan keluh kesah kami. Mulai dari perilaku pengajar kami, lapak tanah yang tidak tahu pemiliknya, dan parahnya lagi keadaan anak didiknya yang dipaksa -walau hanya sebagian- untuk banting tulang dalam. membayar kewajibannya. Bukan salah pendidik, bukan juga yang di didik, terlebih lagi yang menciptakan serta merumuskan tempat mendidik tersebut. Semua biarlah berlalu, kini bukan lagi memikirkan yang dulu. Tetapi memikirkan hari ini, esok dan tahun depan. Bukan untuk perut, sanak, atau pun jabatan, tetapi berfikir untuk peradaban daerah yang sudah jauh tertinggal ini.
Akhirnya lagi-lagi peran Mahasiswa yang harus menjadi produser hingga aktor, lakon harus di mainkan seperti tujuan awal. Yakni menjadikan tempat calon sarjana ini menjadi lebih baik -katakanlah dari yang berswasta menjadi negeri. Dan dosen tidaklah di belakang seperti kebanyakan orang mengatakan kami di belakang mendukung kalian. Tetapi juga ikut berperan, bukan hanya berakselarasi di kala Mahasiswa telah sukses dengan tujuannya dasarnya. Dosen juga harus ikut bersama Mahasiswa menciptakan isu yang patut diperjuangkan demi kemajuan peradaban.
Jadilah seolah kalian anak tempatan, berilah sepercik harapan bagi mereka yang menginginkannya walau terkadang rasa ketidakpastian kalian terbesit. Bukan saja Mahasiswa, dosen atau para penduduk kampus yang giat menyuarakan ini, semua elemen patutnya menyadari dengan merespon dan menindaklanjuti apa yang seharusnya dilakukan -ibarat mencari jalan tengah. Bagi sesama akademisi, pejabat, pengamat dan birokrat juga tidak ketinggalan. Khusus nama yang terakhir ini, baiknya wacana yang telah dinantikan Mahasiswa diketengahkan dalam setiap agenda. Demi keberlangsungan memajukan daerah oleh Mahasiswa tempatan, bukan orang luar.
Lebih logis lagi. Tujuan pendidikan di suatu daerah demi memeratakan kemajuan berfikir, bukan hanya terfokus di satu tempat, pantaskah sebutan “kolot” dalam berfikir bagi penguasa negeri ini, jika hanya satu suku, ras, agama yang di prioritaskan?? Pemerataan itu perlu, hanya dengan hal keilmuanlah kemakmuran, kesejahteraan, ketentraman bisa tersaji. Serta konflik dan kesenjangan sosial, kebodohan atau cara pandang yang lemah boleh jadi, akan teratasi dengan adanya reformasi pendidikan.
Liat saja, sekarang gaung timur ingin dijadikan poros maritim nasional. Demi terwujudnya keinginan raja untuk mendunia dalam hal maritim. Lalu barat, bukan jawa. Kepri yang nyatanya sangat tepat dikatakan maritim karena tergugus dari pulau berpotensi sangat baik dalam menopang kemajuan nasional jika didahulukan. Adakah indikasi ketakutan dari raja, atau pusat tidak menyanggupi bila mana Kepri menjadi maju dan berani menjadi kerajaan sendiri sebagaimana kerajaan Riau-Lingga dahulu.
Bisa saja terjadi, bila anak tempatan telah berubah menjadi sarjana hukum, hingga profesor hukum. Hukum maritimpun bila berada di pundak anak tempatan tidak menutup pintu, bahwa Kepri bisa saja menjadi sebuah kerajan baru yang berlabel republik.
Akhirnya, ini hanya sebuah karya kosong, tulisan yang tak masuk akal. Penuh ketidakpastiaan, dan biarkan kata-kata ini di rajut oleh orang-orang yang peduli. Peduli terhadap peradaban indonesia barat laut terutama. Dan semoga kata yang berbingkai harapan ini kembali di muat pada hari yang di tunggu-tunggu. Yakni hari reformasi akal sehat.
Tulisan ini juga di muat pada media online Lihatkepri.com/lihat opini/Reformasi Akal Sehat
0 Komentar