Masyarakat Indonesia saat ini, terlebih yang muslim tampaknya tengah terserang demam komunitas alpa sejarah. Apa itu komunitas alpa sejarah? Komunitas alpa sejarah adalah sebuah kelompok atau elemen masyarakat yang tidak mempunyai sejarah, itu bahasa kasarnya. Kalau bahasa halusnya berarti masyarakat yang melupakan sejarahnya atau sengaja dibuat lupa oleh pihak luar.
Presiden pertama kita, Bung Karno, pernah berpesan, “Jangan sekali-kali melupakan sejarah,” alias jas merah. memang benar pesan Bung Karno tersebut. Yang menjadi masalah adalah ketika sejarah otentik sulit untuk didapatkan, apa yang harus dilakukan?
Saat ini, harus kita akui bersama bahwa sejarah Indonesia dan Melayu telah raib digondol tuyul. Bukti-bukti yang berupa prasasti hanya sedikit, itupun dari zaman Hindu Buddha. Apalagi bukti artefak yang sengaja dibom oleh Belanda agar masyarakat Indonesia, khususnya muslim tidak tahu akar sejarahnya.
Coba tanyakan pada mahasiswa kita, apa itu Kesultanan Aceh, Samudra Pasai, Perlak, Pelembang, Banten, Demak, Pajang, Mataram, Girinata, Tidore, Gua Talo, Buton, dan kesultanan-kesultanan lain, apakah mereka tahu? Atau jangan-jangan mereka hanya tahu Majapahit, Kediri, Singosari, Mataram Kuno, Sriwijaya, dan sejenisnya?
Manusia yang histori akan gila. Terombang-ambing. Begitulah masyarakat Indonesia. Mereka sibuk caplok sana caplok sini dalam mencari pedoman hidup. Padahal, mereka telah memiliki sejarah dalam sosial, sejarah dalam politik, sejarah dalam ekonomi. Namun sekali lagi, masyarakat kita terlahir dari komunitas alpa sejarah.
Mari kita bandingkan dengan Eropa Timur. Dalam sejarah Eropa Timur kita mengenal Emperium Ottoman. Sebuah kesultanan islam yang selama enam abad mengenggam peradaban dunia.
Pada tahun 1942, Ottoman runtuh dan digantikan oleh sistem sekuler yang dibawa oleh Mustafa Kamal, seorang Yahudi. Setelah lama berjalan, kurang lebih 80 tahunan, ternyata sistem sekuler kamalistik malah membuat Negara Turki terpuruk. Moralnya, ekonominya, politiknya, demokrasinya, semuanya terpuruk. Hingga akhirnya muncul sosok presiden yang saat ini ingin mengembalikan sejarah keemasan Turki masa lalu.
Dan ternyata benar saja, di tangannya Turki menjadi negara terkuat peringkat 16 dunia. Luar biasa. Mengapa demikian? Karena dalam kamus orang Turki, negara mereka pernah maju dengan sistem Islam, dan hancur karena sistem sekuler.
Rakyat Turki benar-benar paham sejarah mereka dan mereka tidak bisa ditipu. Terbukti jutaan rakyatnya turun untuk membela sang Presiden yang hendak dikudeta dan dibunuh militer, 15 Juli yang lalu. Kalau bukan karena paham sejarah, melek sejarah, saya yakin rakyat Turki tidak akan bangun dari tidur malamnya untuk membantu sang Presiden.
Sekarang kita lihat Negara kita. Sejarah kita telah diperkosa, dilecehkan, dilenyapkan dan dibunuh. Sejarah kita telah hancur oleh Snouck. Dalam sejarah kita, hanya dikisahkan bahwa Nusantara dan Melayu ini hanya pernah berjaya ketika Sriwijaya dan Majapahit berkuasa. Namun tidak pernah dikisahkan bahwa kesultanan Islam Nusantara jauh melebihi keberhasilan Majapahit dan Sriwijaya.
Peradaban Islam kalah itu pun gemilang. Terbukti dengan ribuan karya Ulama Nusantara yang tersimpan rapi di Perpustakaan Oxford University. Dan nahasnya, yang ditinggalkan kepada kita hanya kisah-kisah klenik Walisongo tanpa bisa merasakan karya-karya tulis para Ulama kita.
Apa maksud mereka? Mereka paham, sejarah bisa menjadi racun peradaban jika diselewengkan dan menjadi obat jika terjaga kemurniannya.
Dan orang-orang luar tersebut berhasil menjadikan sejarah kita sebagai racun untuk membunuh kita. Sekarang apakah kita berani untuk merubah racun tersebut menjadi obat?
0 Komentar