Kite Yang Buat Kite Yang Rosakkan "Tak Patut"


Tulisan ini bukanlah termasuk kategori yang serius untuk di dalami, tujuan awalnya hanya dijadikan sebagai bahan renungan bagi pembaca yang setia di blog saya :)
Bisa jadi apa yang saya hidangkan nanti puncanya berasal dari individu manusia itu sendiri dalam bertutur kata. Tapi tidak terlepas dari kondisi di lapangan, kultur, budaya, adat, dan kebiasaan orang melayu itu sendiri.

Namun saya menekankan lagi bahwa disini saya tidak bermaksud mendiskriminasi suku melayu, disini saya hanya berupaya berada di posisi sebagai pengamat yang lebih condong kritik yang membangun.

Baiklah, untuk tidak memperpanjang mukadimmah langsung saja saya paparkan apa yang harus pemirsa ketahui.

Besarnya pengaruh bahasa sebagai penghubung komunikasi bagi manusia membuat bahasa terus berevolusi seiring perkembangan zaman. Bahasa berfungsi menghubungkan 2 orang atau lebih untuk memahami maksud dan tujuan masing-masing. Tanpa bahasa yang disepakati maka tujuan apapun akan sulit di implementasikan, meskipun terwujud itu berkat dari percakapan dalam bentuk visual maupun isyarat.

Sebelum bahasa indonesia menjadi bahasa resmi, kita bangsa indonesia sulit untuk berkomunikasi dengan suku-suku lain. Untung saja pada zaman sebelum kemerdekaan para pendahulu pendiri bangsa kita  telah membahas dari jauh-jauh hari, yakni dengan mencetuskan sumpah pemuda pada tahun 1928. Hasil yang disepakati dari konvensi tersebut ialah bahasa indonesia yang notabennya banyak mengadopsi kata serapan bahasa melayu menjadi bahasa resmi indonesia. Tentu hal ini menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi masyarakat melayu.

KESALAHAN DALAM BERBAHASE

Rekaman suara yang saya simak setiap hari dari orang-orang karimun, sangat jauh dari makna yang sebenarnya.
        
contohnya : honda, orang ramai telah menetapkan kata yang berasal dari perusahaan jepang ini sebagai sepeda motor, padahal nyatanya tidak. Dari dealler menuju ke minimarket. Pampers bayi, sebenarnya pampers adalah sebutan untuk merek popok bayi bukan nama barangnya.
Lalu ada kata "bodoh" yang tak pernah ketinggalan di akhir kalimat dalam pergaulan pemuda/i karimun kini.
Sangat parah jika seni berbicara seperti ini tersilap atau terlupa untuk tidak digunakan pada saat bercengkrama dengan orang tua terlebih guru di sekolah.

Namun yang lebih mencolok lagi adalah kata "kami", sebab kata ini selalu di ucapkan setiap pemuda/i tak terkecuali orang tua baik itu sengajakan ataupun tidak. Seandainya ungkapan kata kami sudah terlanjur melekat di lidah orang karimun untuk menunjukkan satu orang yaitu aku atau saya. Maka akan berbenturan makna jika dilontarkan di kota-kota besar yang notabanenya menggunakan bahasa indonesia.

#salamperubahan!

Posting Komentar

0 Komentar